Senin, 16 September 2013

Kota Makkah dan penemuan Geologi


Di dalam Al Qur’an surat Asy Syura ayat 7, kota Makkah disebut Ummul Qura’ yang artinya Ibu Negeri (Kota).
“Dan demikianlah Kami wahyukan Al Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau memberi peringatan kepada penduduk ibu kota (Mekkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak diragukan adanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.
Bila kita pelajari hasil penelitian para ahli geologi, penamaan Ummul Qura’ itu sangat tepat. Berdasarkan penelitian Makkah bisa jadi adalah tempat pertama yang dihuni umat manusia karena kesuburannya.
Menurut Prof. Korner dari Johannes Guttenburg University, selama era salju (snow age), di Kutub Utara terjadi iceberg. Peristiwa ini perlahan-lahan bergerak ke arah selatan. Adanya proses alam ini mengakibatkan daerah di jazirah Arab menjadi sebuah daerah yang paling subur di permukaan bumi (ais.blogsome.com).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang mengisyaratkan bahwa kota Makkah dahulunya adalah daerah yang hijau dan subur.
“Hari akhir tidak akan datang kepada kita, sampai dataran Arab sekali lagi menjadi dataran berpadang rumput dan dipenuhi sungai-sungai.” (HR.Muslim)
Lalu dari mana dalil yang menyatakan Makkah sebagai tempat pertama umat manusia?
Pertama, di dalam Al Qur’an kota Makkah disebut sebagai tempat peribadatan yang pertama didirikan. Ini disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 96,
”Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia (ialah) Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”
Kedua, sekitar 25 km dari Makkah, terdapat padang Arafah. Padang ini merupakan tempat ’membajirnya manusia’ pada salah satu kegiatan haji setiap tahunnya. Di tempat inilah pula, Adam AS dan Hawa menurunkan generasi pertama umat manusia. Dari nenek moyang yang sama itulah, kini manusia telah menjadi lebih dari 6 milyar jiwa di seluruh dunia. Subhanallah.(irfananshory.blogspot.com).
Ketiga, adanya Jabal Rahmah. Tempat ini lokasinya tidak jauh dari Makkah, yang diyakini sebagai tempat pertemuan Adam dan Hawa.
Makkah sebagai Pusat Hemisphere Pangea
Melalui penelitian geologi, yang dipelopori oleh meteorologis Jerman, Alfred Wagner, di tahun 1915 M, yang mengemukakan terjadi perubahan yang lambat pada geologi bumi. Perubahan ini terjadi melalui gerakan lempeng benua pada kecepatan 1—5 cm per tahun.
Kejadian ini digambarkan di dalam Al Qur’an, surat An Naml ayat 88, yaitu mengenai gunung-gunung yang berjalan dan ternyata terbukti secara ilmiah.
“Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh Dia Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.”
Gerakan gunung-gunung ini dipengaruhi oleh gerakan kerak-kerak bumi, yang berada di bawahnya.
Pada penelitian tahun 1945 M oleh Carey, yang didukung penelitian tahun 1970 M oleh Diet dan Holden, mengemukakan Pusat Hemisphere Pangea (kumpulan benua-benua, baik yang terpisah oleh laut maupun tidak), berada di Timur Tengah, dengan lokasi sekitar kota Aswan, Riyard dan Laut Tethis, dengan simpangan pengukuran sekitar 2%.
Peta yang dibuat para peneliti ini, menempatkan kota Makkah di dalam pusat Hemisphere Pangea tersebut.
Makkah Sebagai Dataran Tertua
Makkah—juga disebut Bakkah—tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan. Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas).
Kemudian gunung api di dasar samudera ini meletus dengan keras dan mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar yang membentuk ‘bukit’. Dan bukit ini adalah tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat).
Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah 
sebagai batu paling purba di bumi.
Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran dari tempat ini. Jadi, ini adalah tempat yang paling tua di dunia.
Maha Suci Allah…
Yang menciptakan segala sesuatu dengan sempurna.
Mengapa Nabi Ibrahim, memilih Makkah sebagai tempat berdirinya Ka’bah ?
Akan ada banyak jawaban…
Namun jawaban yang paling umum adalah, Kota Makkah adalah tempat awal peradaban manusia, sehingga disebut juga  Ummul Qura atau Ibu Negeri (QS.42:7). Dan disanalah mula-mula tempat peribadatan didirikan (QS.3:96).
Makkah—juga disebut Bakkah—tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu, terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan.
Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera ini meletus dengan keras dan mengirimkanlava dan magma dalam jumlah besar yang membentuk ‘bukit’.
Dan bukit ini adalah tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.
Jawaban atas alasan dipilihnya kota Makkah, sebagaimana tersebut di atas, bagi seorang Pencari Ilmu belumlah cukup. Dan muncul pertanyaan baru…
Darimana Nabi Ibrahim tahu, kalau tempat ia membangun Ka’bah dulunya adalah tempat awal peradaban manusia ? Bukankah ketika beliau mendirikan Ka’bah, tempat itu merupakan tempat tak bertuan dan gersang ?
Bahkan selepas Bencana Nabi Nuh, Kota Makkah (Bakkah) sempat menghilang keberadaannya. Tempat yang dipercaya sebagai lokasi paling tepat bagi waktu dunia, bahkan berdasarkan penelitian Geologimerupakan Pusat Hemisphere Pangea, selama ribuan tahun tidak diketahui rimbanya.
Sekitar 30 tahun yang lalu, seorang Cendikiawan Muslim, Ustadz Nazwar Syamsu mencoba menjawab pertayaan itu.
Melalui serial bukunya “Tauhid dan Logika“, beliau menyatakan penemuan kembali Kota Makkah, tidaklah bisa dilepaskan dengan keberadaan Batu Astronomi (Meteor) “Hajar Aswad”.
Beliau menulis…
“Kepada Ibrahim dikirim ALLAH sebuah meteor yang jatuh tepat di titik putaran utara Bumi dulu.Meteor itu kini tampak jelas di Ka’bah dan dinamakan orang dengan Hajar Aswad atau Batu Hitam, karena memang warnanya hitam, sengaja ditempatkan Nabi Ibrahim demikian, agar pada waktu kemudiannya tidak timbul syak wasangka, bahwa penempatan Ka’bah demikian hanya menurut kemauanIbrahim sendiri.” (Sumber : Al Qur’an tentang Shalat Puasa dan Waktu, Serial Tauhid dan Logika, Tulisan Nazwar Syamsu)
Untuk dipahami, mencium Batu Hajar Aswad, bukan saja mengikuti Sunnah Rasulullah, akan tetapi bisa juga kita maknai, sebagai bentuk rasa syukur kita, atas ditemukan kembali keberadaan Kota Makkah, oleh Nabi Ibrahim ‘Alahi Salam.
WaLlahu a’lamu bishshawab