Senin, 17 November 2014

Tawasul dan Syafaat


Tawasul dan Syafa’at merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa melakukan tawasul jangan harap salik mendapatkan syafa’at. Tawasul kepada guru Mursyid akan mengantarkan salik untuk tawasul kepada Baginda Nasi Saw. Tawasul kepada Baginda Nabi Saw di dunia, akan mendapatkan syafa’atnya di hari akhirat.

Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Ra berkata: Bahwasanya kaum muslimin pada zaman Rasulullah Saw telah bertanya: “Wahai Rasulullah, adakah kami dapat melihat Tuhan kami nanti pada Hari Kiamat?”, Rasulullah Saw bersabda: “Ya!! Adakah kamu terhalang melihat matahari pada siang hari yang cerah yang tidak ada awan? Adakah kamu terhalang melihat bulan pada malam purnama yang cerah tanpa ada awan?” Kaum muslimin menjawab: “Tidak, wahai Rasulullah”. Rasulullah Saw bersabda: “Kamu tidak akan terhalang melihat Allah Swt pada hari kiamat sebagaimana kamu tidak terhalang melihat salah satu dari matahari dan bulan”.

Apabila hari kiamat datang, para penyeru dari kalangan malaikat menyampaikan pengu­muman: “Setiap umat hendaklah mengikuti yang mereka sembah selama hidup di dunia”. Maka tidak ada yang tertinggal seorangpun dari mereka yang menyembah selain dari Allah Swt, yaitu dari golongan yang menyembah berhala-berhala. Para penyembah berhala itu saling berguguran dilemparkan ke dalam neraka sehingga yang tertinggal hanyalah orang-orang yang sewaktu di dunia menyembah Allah Swt. Mereka itu terdiri baik dari golongan orang-orang yang baik dan orang-orang jahat serta para pembesar Ahli Kitab.

Orang-orang Yahudi dipanggil dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah yang kamu sembah sewaktu di dunia?” Mereka menjawab: “Kami menyembah Uzair Ibnullah”. Lalu dikatakan kepada mereka: “Kamu telah berdusta. Allah Swt tidak pernah menjadikan seorangpun sebagai pendamping, baik sebagai isteri maupun anak”. Mereka ditanya lagi: “Apa sekarang yang kamu inginkan?” Mereka menjawab: “Kami haus wahai Tuhanku!, berilah kami minum”. Lalu diisyaratkan kepada mereka: “Tidakkah kamu inginkan air?” Selanjutnya merekapun digiring beramai-ramai ke neraka. Saat itu neraka bagi mereka tampak seperti fatamorgana, maka mereka saling berebut untuk mendapatkannya sehingga antara mereka saling menghancurkan antara sesama yang lainnya. Selanjutnya mereka bersama-sama dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian dipanggil pula orang-orang Nasrani dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah yang kamu sembah sewaktu di dunia?” Mereka menjawab: “Kami menyembah al-Masih anak Allah”. Dikatakan kepada mereka: “Kamu telah berdusta!, Allah tidak pernah menjadikan seorangpun sebagai pendamping. Baik sebagai isteri maupun anak”. Mereka kamudian ditanya lagi: “Apakah yang kamu inginkan sekarang?” Mereka menjawab: “Kami haus wahai Tuhanku, berilah kami minum”. Lalu ditunjukkan kepada mereka: “Tidakkah kamu inginkan air?”. Mereka digiring ke neraka Jahanam dan neraka seolah-olah fatamorgana bagi mereka, maka mereka saling berebut untuk mendapatkannya sehingga sebagian dari mereka menghancurkan sebagian yang lain. Kemudian mereka bersama-sama dilemparkan ke dalam neraka.

Yang tertinggal kemudian hanyalah orang-orang yang dahulunya menyembah Allah Swt. Baik orang-orang yang berbuat baik maupun orang-orang yang berbuat jahat. Allah Swt, Tuhan sekalian alam datang kepada mereka dalam bentuk yang lebih rendah dari bentuk yang mereka ketahui, lalu berfirman: “Apakah yang kamu tunggu?” Setiap umat akan mengikuti apa yang dahulunya mereka sembah. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami! Di dunia, kami menghindari orang-orang yang menyusahkan kami untuk membantu penghidupannya dan kami tidak mau berkawan dengan mereka karena mereka menyimpang dari jalan yang digariskan oleh agama”. Allah Swt berfirman lagi kepada mereka: “Akulah Tuhan kamu!” Mereka berkata: “Kami mohon perlindungan dari Allah kepada kamu, kami tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatupun untuk yang kedua kalinya atau yang ketiga kalinya”. Sehingga sebagian dari mereka telah berubah seakan-akan telah kembali berbuat kebenaran.

Allah Swt berfirman: “Apakah di antara kamu dan Allah terdapat tanda-tanda yang membuktikan bahwa kamu dapat mengenali-Nya?” Mereka menjawab: “Ya!” Lalu dibukakan kepada mereka keadaan yang menakutkan itu dan tidaklah tertinggal bagi setiap orang yang dahulunya bersujud kepada Allah Swt dengan kehendaknya sendiri kecuali mendapat izin untuk bersujud kepada-Nya sedangkan orang yang dahulunya sujud hanya karena ikut-ikutan dan berbuat riya’, maka Allah Swt telah merekatkan sendi-sendi tulang belakangnya menjadi satu ruas sehingga mereka tidak dapat bersujud. Setiap kali hendak bersujud, mereka hanya dapat menundukkan tengkuknya. Kemudian ketika mereka mengangkat kepala, Allah Swt telah berganti rupa sebagaimana gambaran yang mereka lihat pada pertama kali. Maka Allahpun berfirman: “Akulah Tuhanmu”. Mereka menjawab: “Engkau Tuhan Kami!”

Kemudian sebuah jembatan dibentangkan di atas Neraka Jahanam dan sejak saat itu syafa’at Rasul dipermaklumkan. Mereka mengucapkan: “Ya Allah, selamatkanlah kami, selamatkanlah kami”. Ditanyakan kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, apakah jembatan itu?” Rasulullah Saw bersabda: “Ia adalah bagaikan lumpur yang licin dan juga terdapat besi berkait dan besi berduri, seperti tumbuhan berduri yang berada di Najad yang disebut Sakdan”.

Orang-orang mukmin melintasi jembatan itu. Sebagian mereka ada yang berjalan secepat kedipan mata, seperti kilat menyambar, seperti angin berhembus, seperti burung terbang dan seperti kuda atau unta yang berlari kencang. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok: Sekelompok selamat dengan tidak mendapat suatu rintangan apapun, sekelompok lagi selamat tetapi terpaksa menempuh banyak rintangan dan sekelompok lagi terkoyak serta terjerumus ke dalam Neraka Jahanam. Kepada sebagian orang mukmin yang telah bebas dari siksa Neraka, Rasulullah Saw bersabda:

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِإِخْوَانِهِمِ الَّذِينَ فِي النَّارِ يَقُولُونَ رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا وَيُصَلُّونَ وَيَحُجُّونَ فَيُقَالُ لَهُمْ أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتِ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ

“Maka demi zat yang menguasai diriku (Rasulullah Saw), tidak ada seorang pun di antara salah satu dari kalian yang lebih bersungguh-sungguh di dalam mencari kebenaran di sisi Allah dengan memberi kepedulian kepada sesama saudara mereka—yang masih berada di Neraka—yang melebihi orang yang beriman kepada Allah. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya dulu mereka berpuasa bersama kami, mendirikan shalat dan mengerjakan haji”. Lalu Allah berfirman: “Keluarkanlah orang-orang yang kamu kenal karena wajah-wajah mereka diharamkan atas api Neraka”. Maka banyaklah yang dapat dikeluarkan dari Neraka. Ada yang sudah terbakar hingga separuh betis dan lututnya”.

Orang-orang mukmin itu berkata: “Wahai Tuhan kami, tidakkah ada lagi yang tertinggal di dalam Neraka setelah Engkau perintahkan untuk dikeluarkan?” Allah Swt berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan yang di hatinya ada kebaikan meskipun hanya seberat satu dinar, maka keluarkanlah”. Sehingga mereka dapat mengeluarkan banyak manusia lagi. Lalu mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami tidak tahu apakah masih ada di Neraka seseorang yang Engkau perintahkan untuk dikeluarkan”. Allah Swt berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan di hatinya ada kebaikan meskipun hanya seberat setengah dinar, maka keluarkanlah”. Mereka dapat mengeluarkan banyak lagi manusia. Setelah itu mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami tidak tahu, apakah di sana masih ada seseorang yang Engkau perintahkan untuk dikeluarkan”. Allah Swt berfirman: “Kembalilah, siapa saja yang kamu temukan di dalam hatinya terdapat kebaikan meskipun hanya seberat zarrah, maka keluarkanlah”. Bertambah banyak lagi orang yang dapat dikeluarkan. Kemudian mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami tak tahu adakah di sana masih ada pemilik kebaikan?” Sesungguhnya Abu Said al-Khudri Ra berkata: “Jika kau tak mempercayaiku mengenai Hadits ini, maka bacalah QS. an-Nisa’ Ayat 40:

 ( إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا )

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada seseorang walaupun sebesar zarah dan jika ada kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakan serta memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”.

Kemudian Allah Swt berfirman: “Para Malaikat telah meminta syafa’at, para nabi telah meminta syafa’at dan orang-orang mukmin juga telah meminta syafa’at. Yang tertinggal hanyalah Zat Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang”. Lalu Allah Swt mengambil dari Neraka dan mengeluarkan sekelompok orang yang sama sekali tidak pernah berbuat kebaikan. Mereka telah menjadi arang. Kemudian mereka dilempar ke sebuah sungai di pintu Surga, yang disebut Sungai Kehidupan. Selanjutnya mereka keluar seperti tunas kecil yang keluar setelah terjadi banjir.

Bukankah kamu sering melihat tunas-tunas kecil di celah-celah batu atau pohon? Bagian yang terkena sinar matahari akan berwarna sedikit kekuningan dan hijau, sedangkan yang berada di bawah tempat teduh akan menjadi putih? Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah seakan-akan engkau pernah menggembala di gurun pasir”. Rasulullah Saw meneruskan sabdanya: “Lalu mereka keluar bagaikan mutiara dan di leher mereka terdapat seuntai kalung sehingga para ahli Surga dapat mengenali mereka. Mereka adalah orang-orang yang dibebaskan oleh Allah dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga dengan tanpa amalan yang pernah mereka kerjakan dan juga tanpa kebaikan yang pernah mereka lakukan”.

Kemudian Allah Swt berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Surga, dan apa-apa yang kamu lihat adalah untukmu”. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, Engkau telah berikan kepada kami pemberian yang belum pernah Engkau berikan kepada seorangpun di antara orang-orang di seluruh alam”. Allah Swt berfirman: “Di sisi-Ku masih ada pemberian lagi untuk kamu yang lebih baik daripada pemberian ini”. Mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, apa lagi yang lebih baik daripada pemberian ini?”. Allah berfirman Swt: “Ridla-Ku, lalu Aku tidak akan memurkai kamu setelah itu untuk selama-lamanya”.

Riwayat Bukhari di dalam Kitab Iman hadits nomor 21
Riwayat Muslim di dalam Kitab Iman hadits nomor 269
Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Sifat Surga hadits nomor 2478
Riwayat Nasa’i di dalam Kitab Pelaksanaan hadits nomor 1128
Riwayat Ad Darimi di dalam Kitab Meminta Simpati hadits nomor 2696.

Hadits Nabi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa para pelaksana tugas yang mendapat izin untuk menyampaikan syafa’at Nabi Saw di hari akherat nanti kepada orang beriman yang terlanjur dimasukkan ke neraka, ternyata bukan disampai­kan langsung oleh Rasulullah Saw. Syafa’at tersebut ternyata disampaikan oleh orang-orang beriman yang semasa hidupnya di dunia telah terlebih dahulu memberikan kepedulian kepada sesama saudaranya. Mereka itu adalah orang yang hidup dalam kurun zaman yang sama dan bersama-sama melakukan ibadah di dalam satu rombongan orang-orang yang ahli beribadah. Hal itu menunjukkan bahwa seseorang tidak mungkin dapat memberikan syafa’at kepada saudaranya seiman di akherat nanti kecuali di dunia ini terlebih dahulu mereka telah memberikan syafa’at tersebut.


Hadits yang menerangkan tentang syafa’at di hari akherat di atas, adalah hadits shahih. Hadits Tawasul dan Syafaat tersebut diriwayatkan oleh “Lima Imam hadits shahih” di dalam “Lima Kitab hadits shahih” (sebagaimana yang telah dicantumkan di atas), oleh karenanya, barangsiapa tidak mempercayainya berarti sama saja tidak percaya kepada Rasulullah Saw dan barangsiapa tidak percaya kepada Rasul berarti sama juga tidak percaya kepada Allah Swt dan barangsiapa tidak percaya kepada Allah Swt, maka meski secara lahir kelihatannya orang Islam karena mereka mengerjakan shalat dan puasa namun sejatinya batin mereka masih penuh dengan kekafiran.

Orang yang seperti di atas, amal ibadahnya akan menjadi bagaikan fatamorgana di padang pasir, amaliah tersebut tidak diterima di sisi Allah karena dikerjakan orang-orang yang hatinya masih kafir kepada-Nya. Allah memberikan sinyalemen dengan firmanNya:

“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi ketika didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”. (QS.an-Nur: 24/39)

Berkaitan hadits Nabi Saw yang memberitakan tentang syafa’at di hari akherat tersebut, terdapat dua figur yang dapat kita tampilkan di dalam tulisan ini.

Figur seorang pelaksana yang mendapatkan izin Allah Swt untuk menyampai­kan syafa’at Rasulullah Saw di hari kiamat kepada orang yang berhak menerima. Sebagaimana dinyatakan Beliau dengan sumpahnya: ”Demi dzat yang menguasai diriku, tidak ada seorangpun diantara salah satu dari kalian yang lebih bersungguh-sungguh di dalam mencari kebenaran di sisi Allah dengan memberi kepedulian kepada sesama saudara mereka yang masih berada di Neraka, melebihi orang yang beriman kepada Allah”.

Itulah gambaran figur sang juru selamat manusia di hari kiamat. Dengan hak syafa’at yang ada di tangan, mereka kelak akan menyelamat­kan para ahlinya (kaumnya) yang telah terlanjur masuk neraka Jahanam akibat dosa-dosa yang diperbuat. Syafa’at tersebut adalah ‘hak memberikan syafa’at’ yang telah terlebih dahulu mereka terima dari satu-satunya orang yang berhak memberikan syafa’at di hari kiamat, yaitu Syafi’ina Muhammad Saw.

Para juru selamat itu akan menyampaikan syafa’at di akherat kelak kepada saudara-saudaranya yang dahulu semasa hidupnya di dunia mereka kenal dan bersama-sama dalam menjalankan ibadah dan pengabdian kepada Allah Swt, baik secara lahir maupun batin. Mereka menyampai­kan syafa’at Nabi tersebut kepada golongan orang-orang yang bersama-sama shalat dan dzikir di dalam satu masjid, bersama-sama melaksanakan ibadah haji dalam satu rombongan, mereka adalah orang-orang yang telah sepakat bersama-sama berjalan di jalan Allah untuk berusaha menggapai ridlo Allah di surga. Dengan ‘izin Allah’ tersebut para juru selamat manusia itu akan menyelamatkan banyak orang yang terlanjur masuk neraka.

Oleh karena di akherat adalah hari balasan, maka tidak mungkin mereka bisa mendapatkan derajat mulia itu kecuali terlebih dahulu telah mendapatkannya di dunia. Mereka itu adalah orang yang mempunyai kepedulian kuat kepada sesama saudaranya seiman untuk bersama-sama mengabdi dan menggapai apa-apa yang telah dijanjikan Tuhannya.

Demikian itulah gambaran tugas dan fungsi guru-guru mursyid yang suci lagi mulia kepada murid-murid dan anak asuhnya serta manusia pada umumnya, selama hidupnya mereka telah mencurahkan kasih sayang melalui pengabdian yang utama itu. Mudah-mudahan Allah Swt selalu memberikan keridlaan-Nya kepada mereka. Demi Allah Tuhan sekalian Alam, tidak ada orang yang mempunyai kepedulian kepada orang lain yang lebih kuat daripada mereka. Oleh karena di dunia mereka telah menyelamatkan banyak orang dari tipu daya setan dan perangkap nafsu syahwat serta jebakan kehidupan dunia, maka di akherat mereka juga yang akan mengentaskan kaumnya dari jurang neraka Jahanam.

Dengan itu kita dapat mengambil suatu kesimpulan; Bahwa syafa’at yang menyelamat­kan orang banyak yang terlanjur mendapat siksa di neraka Jahanam, syafa’at tersebut ternyata bukan langsung diterima dari Rasulullah Saw melainkan melalui guru-guru Mursyid yang dahulu telah mempunyai kepedulian kuat kepada anak asuh dan murid-muridnya. Guru dan murid itu telah bersama-sama dalam satu komunitas dzikir untuk melaksana­kan ibadah dan pengabdian yang hakiki kepada Allah Swt . Sejak di dunia dan di Alam Barzah, guru-guru suci itu telah bersusah payah membimbing anak asuhnya menuju jalan keselamatan dan keridlaan Allah Swt. Selanjut­nya, di hari yang penuh dengan kebahagiaan yang abadi itu, mereka pula yang mendapatkan derajat yang mulia itu. Allah Swt menegaskan dengan firman-Nya:

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا

 “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. al-Isra’: 17/71)

Figur kedua ini sebagaimana yang telah disebut­kan oleh sabda Rasulullah Saw di dalam hadits di atas:

هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ

“Orang-orang yang dibebaskan Allah dan dimasukkan ke dalam Surga dengan tanpa sebab amalan yang pernah mereka kerjakan dan juga tanpa sebab kebaikan yang pernah dilakukan”.

Figur kedua ini adalah segolongan manusia yang dibebaskan Allah Swt dari siksa neraka dan dimasukkan surga, padahal sedikitpun mereka tidak pernah melaksanakan ibadah dan berbuat kebajikan kepada orang lain, figur ini juga bukan dari golongan orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Rasulullah Saw. Mereka mendapatkan kebahagiaan itu semata-mata karena rahmat Allah yang Maha Agung, meskipun sebelum itu mereka terlebih dahulu pernah menjadi arang neraka.

Mereka itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, akan tetapi belum mampu menindak­lanjuti iman itu dengan amal ibadah. Mereka adalah orang yang membaca dua kalimat syahadat dengan benar tetapi perilakunya belum mencermin­kan perbuatan orang beriman. Jika sekiranya mereka tidak pernah menentukan pilihan hati untuk memeluk agama Islam dan meninggal­kan kekafiran, mereka tidak pernah memilih mengikuti ajakan Allah Swt dan Rasul-Nya dan meninggalkan godaan setan, meskipun selama hidupnya mereka belum sempat menjalani kewajiban sebagai seorang mu’min sejati, namun iman yang secuil itu ternyata mampu mengentas mereka dari siksa neraka jahannam yang selama-lamanya.

Berbeda dengan orang kafir. Oleh karena mereka telah memilih mengingkari Allah dan mengikuti langkah-langkah setan. Mereka sengaja menjauhi jalan hidayah dan mendekatkan diri kepada kemusyrikan dan kekufuran. Oleh karena yang demikian itu dilaksanakan seumur hidupnya di dunia, maka seumur hidupnya pula di akherat mereka akan mengikuti pilihan hatinya itu. Mereka akan mendapatkan siksa di neraka Jahanam untuk selama-lamanya akibat dari perbuatan dan pilihan hatinya sendiri itu, sedikitpin Allah tidak berbuat aniaya kepada hambaNya. Kita berlindung kepada Allah Swt dari segala keburukan dan siksa neraka.

Dengan iman itu, seandainya mereka mau mengusahakan syafa’at Rasul Saw sejak di dunia dengan jalan bertawasul kepadanya, boleh jadi berkat syafa’at tersebut, mereka akan mendapat­kan hidayah dan inayah Allah Swt. Dengan pertolongan Allah itu, menjadikan mereka kemudian mampu melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik. Hasilnya, disamping mereka akan mendapatkan pahala dari segala kebajikan yang telah dikerjakan, mereka juga akan mendapatkan syafa’at di akherat, hal itu disebabkan karena di dunia mereka telah terlebih dahulu berusaha mendapatkannya. Itu bisa terjadi, karena setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan amal perbuatan yang telah diusahakan. Allah Swt menegaskan dengan firman-Nya:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS.an-Najm; 53/39)

Maksudnya, barangsiapa selama hidupnya tidak pernah berusaha untuk mendapatkan syafa’at dari Rasulullah Saw dengan jalan yang sebagaimana mestinya, seperti yang telah diajarkan oleh Ulama ahlinya, maka di akherat sedikitpun dia tidak akan mendapatkan syafa’at tersebut dan berarti dia tidak akan mendapatkan mengampunan dari Allah Swt akan dosa-dosa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia.

Seandainya seorang hamba berharap masuk surga dengan hanya bermodalkan pahala saja, mereka tidak pernah berharap mendapatkan syafa’at Rasulullah Saw di dunia sehingga dengan itu dosa-dosanya tidak diampuni oleh Allah Swt di hari kiamat nanti, maka bagi ukuran “orang zaman sekarang” barangkali sudah dapat dipastikan, mereka pasti masuk neraka. Betapa tidak, dalam hitungan selama 24 jam saja dalam sehari misalnya, kira-kira banyak mana orang melakukan ibadah dibanding dengan berbuat maksiat. Kalau ternyata lebih banyak ibadah, dapatkah mereka memastikan bahwa ibadah itu pasti diterima di sisi Allah Swt ? Tidak seorang pun dapat memastikan bahwa ibadahnya akan diterima olehNya. Berbeda dengan perbuatan dosa, disamping tidak ada satupun perbuatan dosa yang tertolak, juga, di hadapan sifat keadilan Allah Swt, sekecil apapun maksiat yang sengaja diperbuat oleh seseorang, dosanya pasti akan mendapatkan perhitungan dengan seadil-adilnya.

Seandainya ada orang mati dengan membawa pahala ibadah seribu serta dengan dosa satu misalnya. Akan tetapi ternyata ibadah yang seribu itu tidak diterima di sisi Allah Swt sedangkan dosa yang satu tidak diampuni, berarti orang tersebut akan dimasukkan neraka. Sebaliknya seandainya ada orang meninggal dunia dengan hanya membawa amal ibadah satu dan dosa seribu. Akan tetapi berkat syafa’at Rasulullah Saw, ibadah yang satu diterima di sisi Allah Swt sedang dosa yang seribu diampuni, maka orang tersebut akan dimasukkan surga.

Jadi, jalan terdekat menuju Surga hanyalah jalan pengampunan Allah Swt, tinggal seorang hamba mencarinya lewat jalan yang mana. Allah Swt telah memberitakannya dengan firman-Nya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. 
(QS.Ali Imran; 3/133)

Oleh ; Muhammad Luthfi Ghozali
Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi al-Fithrah