Rabu, 25 Juni 2014

Tahukah anda mana yang lebih tepat Silaturahmi atau Silaturrahim

Dulu tahun 2006 ada yg pernah jadi panitia acara "Silaturrahim" dan diperbantukan untuk keperluan desain dan cetak-mencetak. Kemudian dia sedikit protes, "Bukankah yang betul 'silaturahmi'?" kepada rekan yang menyerahi pekerjaan. 
Rekannya menjawab, "Kata Pak Kyai Zarkasy, yang betul itu 'silaturrahim'. 
Kalau 'silaturahmi' artinya sarana untuk hubungan seks!"

Sempat shock juga dia mendengar jawaban tersebut karena sudah puluhan tahun dia menggunakan istilah 'silaturahmi' dalam tulisannya. 
Namun sejak saat itu dia mulai menggunakan istilah 'silaturrahim' ketimbang 'silaturahmi' tanpa membantahnya lagi. Karena dia yakin betul bahwa Pak Kyai, sebagai seorang Hafidz Qur'an, jauh lebih tahu dan lebih berilmu dibandingnya. 
Tapi yang menggangu pikirannya, "Apa betul silaturahmi itu artinya 'sarana hubungan seks'?" Masak sih sejauh itu perbedaannya? Ya, sudahlah. Silaturrahim!

Pada dasarnya susunan huruf dalam kedua kata tersebut sama, namun perbedaan artinya sangatlah jauh. Dalam kebiasaan umat Islam Indonesia. 
Banyak menggunakan kata silaturahmi untuk mengartikan makna menyambung kasih sayang. Padahal, arti silaturahmi ternyata sangat berbeda dengan arti silaturahim. 
Memang susunan hurufnya hampir sama dan perbedaannnya hanya ada pada akhiran yang ada pada huruf mim.

Namun ternyata ini bisa menjadikan arti yang berbeda. silaturahmi berasal dari dua kata, “silah” dan “rahmi”. Silah artinya menyambungkan. Sedang rahmi artinya rasa nyeri yang diderita para ibu ketika melahirkan. Jadi arti silaturahmi adalah menyambungkan rasa nyeri ketika melahirkan.

Ini sangat jauh berbeda dengan arti kata kata, “silah”dan“rahim”. 
Silah artinya menyambungkan. Sedang rahim berarti rasa kasih sayang. 
Jadi silaturahimlah yang benar untuk mengartikan makna menyambung kasih sayang.

Dengan demikian, silaturahim = hubungan kasih sayang, 
sedangkan silaturahmi = penghubung uterus (tali pusar yg menghubungkan ibu dan anak).

Silaturahim yang lebih tepat bukan silaturahmi sebagaimana disebutkan 
didalam nash-nash hadits tentangnya, diantaranya :

Dari Abu Ayyub Al Anshari radliallahu
‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke surga." Orang-orang pun berkata; "Ada apa dengan orang ini, ada apa dengan orang ini." Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah urusan orang ini." Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya: "Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya, menegakkan shalat, dan membayar zakat serta menjalin tali silaturrahim.
" Abu Ayyub berkata; "Ketika itu beliau berada di atas kendaraannya."  
(HR.Bukhari)

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: "Belajarlah dari nasab kalian yang dapat membantu untuk
silaturrahim karena silaturrahim itu dapat membawa kecintaan dalam keluarga dan memperbanyak harta, serta dapat memperpanjang umur." Abu Isa berkata: Ini merupakan hadits gharib melalui jalur ini.

Berkaitan dengan hal ini, para ulama hadits memberikan judul pada salah satu babnya didalam kitab-kitab haditsnya dengan silaturahim, seperti : Imam Bukhori didalam Shahihnya memberikan judul “Bab Silaturahim”, Muslim didalam Shahihnya dengan judul “Bab Silaturhim wa Tahrimi Qothiatiha”, Abu Daud didalam Sunannya dengan “Bab Silaturahim” dan Tirmidzi didalam Sunannya dengan “Bab Maa Ja’a Fii Silaturahim”

Sedangkan makna Rahim dengan
memfathahkan huruf Ro dan mengkasrahkan Ha, sebagaimana dikatakan al Hafizh Ibnu Hajar didalam kitabnya “Fathul Bari” digunakan untuk kaum kerabat dan mereka adalah orang-orang yang diantara sesama mereka memiliki hubungan nasab, baik mewariskannya atau tidak, baik memiliki hubungan mahram atau tidak. Namun ada juga yang mengatakan : mereka adalah para mahram saja. Namun pendapat pertama lah yang tepat karena pendapat kedua mengharuskan dikeluarkannya (tidak termasuk didalamnya) anak-anak lelaki dari paman baik dari jalur bapak atau ibu dari kalangan dzawil arham, padahal bukanlah demikian. 
(Fathul Bari juz XVII hal 107)

Istilah silaturahim di tengah-tengah masyarakat kita sering diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan.

Namun, sesungguhnya bukan itu makna silaturahim. Pasalnya silaturahim juga bermakna menghubungkan mereka yang sebelumnya terputus hubungan atau interaksi, dan memberi kepada orang yang tidak memberi kepada kita.

Rasulullah Saw, bahwa beliau bersabda, “Yang disebut bersilaturahim itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahim itu ialah menyambungkan apa yang telah putus” 
(HR Bukhari).

Rasulullah SAW berpesan kepada umat Islam untuk menjaga silaturahim. Dalam sabda Rasulullah SAW: “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? ‘Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,’ sabda Rasulullah SAW, ‘adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahim, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan” 
(HR Ibnu Majah).

Rasulullah SAW memberikan tips kepada kita agar 
terjalin saling mencintai dengan sesama muslim, yakni:

. Tebarkan salam
. Menghubungkan tali silaturahim
. Memberi makan kepada yang membutuhkan.

Rasulullah SAW juga bersabda. 
“Sayangilah apa yang ada di muka bumi, niscaya Allah dan semesta alam akan menyayangimu. ” (H.R Tirmidzi).