Selasa, 19 Maret 2013

Hikayat Wafatnya Rosulullah sholallahu alaihi wasalam

Saat Sakitnya Rosulullah yang kian Parah karena Racun , pada suatu hari di muka rumah Rosululloh Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya.
Tapi Aisyah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, suamiku sedang demam," kata Aisyah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani suaminya yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya pada Aisyah, "Siapakah itu wahai istriku?"
"Tak tahulah suamiku, orang itu sepertinya baru sekali ini aku lihat," tutur Aisyah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap istrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bagian demi bagian wajah istrinyanya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Aisyah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah dengan
suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.", Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini  kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum"
= "Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan  telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii!" (Umatku, umatku, umatku)

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Namun mampukah kita membalas semua itu ?


Dan berikut kutipan Hikayat betapa Cintanya Seorang Sahabat kepada Baginda Rosulullah .

Seorang hamba sahaya bernama Tsauban amat menyayangi dan merindui Nabi Muhammad saw. Sehari tidak berjumpa Nabi, dia rasakan seperti setahun. Kalau boleh dia hendak bersama Nabi setiap masa. Jika tidak bertemu Rasulullah, dia amat berasa sedih, murung dan seringkali menangis. Rasulullah juga demikian terhadap Tsauban. Baginda mengetahui betapa hebatnya kasih sayang Tsauban terhadap dirinya. 

Suatu hari Tsauban berjumpa Rasulullah saw. Katanya "Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, tapi saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan bergembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati saya bertambah cemas, takut-takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, manakala saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau paling membimbangkan tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tentu tidak bersua muka denganmu lagi." 

Mendengar kata Tsauban, baginda amat terharu. Namun baginda tidak dapat berbuat apa-apa kerana itu urusan Allah. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw, bermaksud "Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itu nanti akan bersama mereka yang diberi nikmat oleh Allah iaitu para nabi, syuhada, orang-orang soleh dan mereka yang sebaik-baik teman." Mendengarkan jaminan Allah ini, Tsauban menjadi gembira semula. . 

Tauladan dari kisah ini: 
Cinta kepada Rasulullah adalah cinta sejati yang berlandaskan keimanan yang tulen Mencintai Rasul bermakna mencintai Allah Kita bersama siapa yang kita sayangi. Jika di dunia sayangkan nabi, insyallah kita bersama nabi di akhirat nanti. Hati yang dalam kecintaan terhadap seseorang akan merasa rindu yang teramat sangat jika tidak bertemu. Pasangan sahabat yang berjumpa dan berpisah kerana Allah semata-mata akan mendapat naungan Arasy di hari akhirat kelak Rasulullah amat mengetahui mana-mana umatnya yang mencintai baginda, meskipun baginda sudah wafat. Rasulullah memberi syafaat kepada sesiapa di antara umatnya yang mengasihi baginda. Sebaik-baik sahabat ialah mereka yang berkawan di atas landasan keagamaan dan semata-mata kerana Allah.