Kamis, 06 Maret 2014

Syubhat-Syubhat Sebagian kecil Muslim atau WAHABI yang anti Perayaan Maulid Nabi SAW.


Syubhat-Syubhat Sebagian kecil Muslim atau WAHABI  
yang anti Perayaan Maulid Nabi SAW.

Pendapat Syubhat pertama :

Menurut mereka Kebanyakan umat muslim yang merayakan hari kelahiran Nabi Saw telah berkeyakinan dan menjadikan maulid sebagai salah satu id (hari raya) umat muslim padahal hari raya itu dalam syare’at hanya ada dua
 yaitu I’dhul Fithri dan I’dhul Adha saja.

Jawaban :

Syubhat mereka ini tidak ada lain bersumber dari tuduhan  gegabah yang tidak terbukti sama sekali dan kedangkalan mereka dari pemahaman secara bahasa dan syare’at. Umat muslim yang memperingati mauled Nabi Saw tidak ada satupun yang memandang apalagi berkeyakinan bahwa mauled itu sebagai hari raya sebagaimana hari raya fitri dan adha. Kami berkeyakinan hari raya dalam Islam hanya dua yaitu I’dul fitri dan I’dul adha. Maka tuduhan wahabi ini hanyalah dusta belaka dan tidak pernah terbukti sama sekali.

Mengenai makna I’d (hari raya), seperti yang sudah-sudah, mereka selalu membuat kesalahan dan kerancuan dalam memahami ajaran agama Islam ini sehingga cara pandang mereka ini selalu bertentangan denga cara pandang mayoritas umat muslim.

Makna I’d secara bahasa (lughatan) sering digunakan pada selain dua hari raya I’dul fitri dan idul adha dan ini dibenarkan dalam Al-Quran dan as-Sunnah sendiri. Perhatikan !
Dalam al-Quran bagaimana Allah Swt menceritakan dan meengabadikan kisah Nabi Isa dan kaumnya saat memohon hidangan dari langit, Nabi Isa menyebutnya dengan kata I’d :

ربنا انزل علينا مائدة من السماء تكون لنا عيدا لاولنا واخرنا

“ Isa putra Maryam berdoa “ Ya Tuhan kami turunkanlah kepada kami satu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hara raya bagi kami, yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang dating sesudah kami “ 
(QS. Al-Maidah : 144)

Ketika turun ayat :

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم  نعمتي

Maka Ibnu Abbas berkata “ Ayat tersebut turun di dua hari I’d yaitu hari Jum’at dan hari Arafah “, berikut kelengkapan haditsnya :

عن عمار بن ابي عمار عن ابن عباس : قرأ هذه الاية "  اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم  نعمتي " الى آخر الاية وعنده يهودي 
فقال : لو انزلت علينا هذه الاية لاتخذها يومها عيدا فقال ابن عباس " فانها نزلت في يوم عيدين جمعة ويوم عرفة "

Dari Ammar bin Abi Ammar berkata : 
Bahwasanya sahabat Ibnu Abbas membaca ayat ini :

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم  نعمتي

Sampai akhir ayat, dan di sampinya terdapat seorang yahudi, dia berkata “ Andai ayat ini diturunkan kepada kami (kaum Yahudi), maka kami akan menjadikan hari turunya sebagai hari I’d, maka Ibnu Abbas berkomentar “ Karena Sesungguhnya ayat ini turun di dua hari I’d yaitu hari Jum’at dan hari Arafah “
(HR. Thabrani)

Maka penggunaan kata I’d atau hari raya dalam segi bahasa (lughatan) bukanlah sebuah masalah, karena ini dibenarkan oleh Al-Quran sendiri dan Sunnah. 
Namun salah besar jika mereka menuduh kami menjadikan Maulid Nabi Saw sebagai hari raya secara Syare’at. Karena sungguh tak ada satupun dari kami yang beranggapan bahwa hari kelahiran Nabi Saw sebagai hari raya baik secara syare’at maupun lughatan walaupun secara lughatan dibenarkan.

Syubhat Kedua :

Maulid adalah bid’ah sesat yang harus dijauhkan dan dimusnahkan dari muka bumi ini, karena di dalam acaranya terdapat pujian yang berlebihan kepada Nabi Saw yang mengarah pada pengkultusan. Nabi Saw sendiri bersabda :

لا تطروني كما اطرت النصارىابن مريم فانما اتا عبده فقولوا عبد الله ورسوله

“ Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti kaum Nashrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam. Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah (mengenaiku) “ Hamba Allah dan Rasul-Nya “ 
(HR. Bukhari)

Jawaban :

Sekali lagi, mereka hanya mampu menuduh tanpa adanya bukti di lapangan. Dan mereka selalu salah fatal di dalam memahami nash ayat maupun hadits.
Hadit tersebut dengan jelas melarang memuji Nabi Saw secara berlebihan, sekaligus menjelaskan makna Ithra (pujian yang berlebihan) dan member batasannya. Namun mereka tidak memahami batasn pujian yang berlebihan yang dimaksud oleh Nabi Saw sendiri.

Sebenarnya  Nabi telah memberikan batasan yang jelas mengenai pujian yang berlebihan. Dalam hadits tersebut disebutkan ““ Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti kaum Nashrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam “. Artinya kita dilarang oleh Nabi Saw memuji beliau seperti pujian kaum Nashrani  kepada Nabi Isa yaitu menganggap anak Tuhan atau Tuhan, akan tetapi pujilah Nabi Saw dengan pujian yang tidak sampai mencerabut beliau Saw dari hamba Allah (kemanusiawiannya) dan kerasulannya, oleh karenya beliau setelah itu bersabda “Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah (mengenaiku) 
“ Hamba Allah dan Rasul-Nya “.

Artinya kita diperbolehkan memuji Rasulullah Saw dengan pujian-pujian 
yang indah selama disitu tidak ada isyarat pada penuhanan beliau.

Tidakkah mereka tahu bahwa Allah Swt sang pencipta seluruh makhluk telah memuji beliau dengan kata-kata yang indah dalam al-Quran ??

Perhatikan :

Allah Swt berfirman :

وما ارسلناك الا رحمة للعالمين

“ Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) 
rahmat bagi semesta alam “ ( QS. Al-Qalam : 4)
Dan juga :

وانك لعلى خلق عظيم

“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung “
Dan ayat :

وانك لتهدي الى صراط مستقيم

“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan pada jalan yang lurus “ 
(QS. Al-Ahzab : 52)
Kata-kata “agung” dari Allah yang Maha Agung, memiliki makna 
yang besar dan tak bisa dijangkau batasnya dengan pikiran kita. 
Artinya kita bebas untuk menisbatkan sifat-sifat kesempurnaan makhluk bagi beliau Saw tanpa batas (kecuali menjadikan beliau sebagai tuhan) karena setinggi apapun pujian kita, tak akan mampu menandingi pujian Allah kepada Rasulullah Saw.

Bahkan Allah Swt sendiri melabelkan beberapa sifat-Nya kepada Nabi Saw. Dalam al-Quran Allah Swt berfirman :

لقد جاءكم رسول من انفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رؤوف رحيم

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari golongan kalian sendiri, terasa berat baginya penderitaan kalian, ia sangat mengharapkan kebaikan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang bagi umat mukmin (QS at-taubah 128).

Lihat bagaimana Allah Swt menyematkan dua asma-Nya untuk Rasulullah Saw yaitu Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). 
Bukan berarti sifat kasih dan sayang Nabi Saw itu sama 
dengan sifat kasih dan sayang Allah Swt. 
Namun sifat kasih dan sayang dalam batas kemanusiawiaan 
tidak sampai batas ketuhanan.

Para sahabat dan ulama salaf, memahami hal ini dengan baik sehingga tidak sedikit para sahabat yang memuji-muji Nabi Saw dengan pujian indah dan tinggi. Di antaranya adalah pujian yang disampaikan sahabat Hassan bin Tsabit :

واحسن منك لم تر ثط عيني   #  واجمل منك لم تلد النساء
خلقت مبرأ من كل عيب    #   كأنك قد خلقت كما تشاء

Yang lebih baik darimu, belum pernah mataku memandangnya
Yang lebih indah darimu, belum pernah pernah dilahirkan oleh para wanita
Engkau diciptakan terbebas dari segala kekurangan
Seolah engkau tercipta dengan sekehendakmu sendiri
Sahabat Sariyah pun pernah memuji Rasul Saw :

فما حملت من ناقة فوق ظهرها ... أبر وأوفى ذمة من محمد

“ Tidak ada seekor unta pun yang membawa seseorang di atas punggungnya, yang lebih baik dan menepati janjinya daripada Muhammad “

Dan masih banyak lagi pujian para sahabat kepada Nabi Saw sehingga membuat Nabi senang dan terkadang Nabi pun memberikan hadiah pada yang memujinya. Ini semua membuktikan mengenai bolehnya memuji beliau Saw dengan pujian setinggi-tingginya.

Nama beliau sendiri yaitu Muhammad, merupakan bentuk isim maf’ul dari kata Hammada Yuhammidu Tahmiidan, yang secara bahasa artinya adalah yang banyak dipuji. Ini merupakan isyarat bahwa memang beliau pantas untuk selalu dipuji.

Penulis : Ibnu Abdillah Al-Katibiy

Source : http://www.himmahsalaf.com/2013/01/syubhat-syubhat-para-penentang-maulid.html